cerita ikhwan "Aku menunggu"

Afwan ukhti, semoga ini tidak melukai Anti dan keluarga Anti. Ana pikir sudah saatnya Ana memberi keputusan tentang “proses” kita. Ya.., seperti yang Anti ketahui bahwa selama ini ana telah berusaha melobi orang tua dengan beragam cara mulai dari memahamkan konsep nikah “versi” kita, memperkenalkan Anti pada mereka hingga melibatkan orang yang paling Ayah percaya untuk membujuk Ayah agar mengizinkan Ana untuk menikahi Anti.”
“Namun hingga sekarang nggak ada tanda-tanda mereka akan melunak, jadi menurut Ana…, sebaiknya Ana mundur saja dari “proses” ini!!” Dana diam sejenak untuk menunggu respon dari seberang, tapi hingga beberapa detik tidak ada tanggapan. “Perlu Anti ketahui bahwa orang tua Ana sebenarnya sudah tidak keberatan dengan Anti hanya saja Timing-nya ( waktu ) belum tepat. Ayah Ana khawatir Ana tidak mampu menafkahi Anti jika belum bekerja. Apalagi Anti juga masih kuliah. Jadi Ana rasa, ahsan ( lebih baik ) kita nggak ada komitmen dulu hingga keadaannya membaik! Anti nggak keberatan kan ukhty?”
“Keberatan….? Alhamdulillah nggak! Namun kalau Ana boleh kasih saran, apa tidak lebih baik kalau kita terus melobi sambil tetap proses saja. soalnya kan kita sudah mantap satu sama lain, nggak enak kalu mundur disaat seperti ini. Apalagi permasalahannya sudah mulai mengerucut ke arah ma’isyah ( penghasilan) saja.
Anta pasti ingat gimana sulitnya awal kita membujuk orang tua, rasanya semua kriteria kita ditolak. Segala keterbatasan kita jadi aib yang sangat besar, pokoknya semua jalan sepertinya sudah tertutup rapat. Namun kenyataannya hanya dalam waktu 2 minggu kita bisa menghilangkan semua syarat menjadi satu syarat saja: PEKERJAAN!”
Dini, gadis tegar itu akhirnya bicara juga. “Akhi…, kita hanya tinggal selangkah, tetaplah ber-ikhtiar dan jangan putus asa. Bukankah Alloh Maha membolak-balikan hati?”
“Benar, Ana paham soal itu, Ana memang akan tetap melobi orang tua Ana, akan tetapi kalau kita terikat, Ana khawatir menghalangi Anti proses dengan ikhwan lain yang lebih selevel dibanding Ana. Lagi pula Ana khawatir tidak bisa menjaga hati.”
“Takut menghalangi Ana untuk proses dengan ikhwan lain? Itu kan urusan Alloh bukan urusan Anta! Kewajiban Anta sekarang adalah berjuang mempertahankan sesuatu yang Anta sudah mantap dengannya. Hasil Istikharah itu nggak mungkin salah. Tinggal bagaimana cara  kita mengaplikasikannya saja.”
Hening sejenak…..
“Ya…tapi kalau memang Akhi sudah merasa syak ( ragu ) terhadap Ana dan mantap untuk mundur, Alhamdulillah. Insya Alloh ana dukung sepenuhnya.”
Nggak!” Reflek Dana berteriak.
Astagfirullahalazhim, Afwan ( maaf ) maksud Ana, Ana sama dengan keluarga Ana sudah tidak ada syak pada Anti, kami sangat menyukai Anti dan keluarga Anti. Selain itu Ana takut perasaan ini semakin dalam, Ana ini hanya hamba yang dhaif ( lemah ) yang masih kesulitan mengekang hawa nafsu.”
Dana berhenti lagi, dadanya terasa sesak, air matanya mengalir semakin deras. Jauh didalam hatinya, sesungguhnya ia merasa malu pada Alloh atas kelalaiannya, Jatuh Cinta!
Halo…!!” Dini merasa Dana diam terlalu lama. Dia tidak tahu kalau pemuda ini sedang menangis. Tapi dia mengerti apa yang sedang terjadi padanya. ” Ya udah…, kalau begitu sekarang kita sepakat untuk membatalkan “proses” ini! setelah ini insya Alloh kita tidak akan lagi berhubungan kecuali untuk keperluan syar’i yang sangat darurat, iya kan?”
Dini sengaja memberi jeda agar Dana bicara, tapi ikhwan itu memilih terus diam  “Akhi…kita tetap baik ya! Hubungan dengan keluarga harus tetap dijaga, jangan suuzhan pada ayah dan bunda karena bisa jadi keputusan mereka adalah salah satu jalan Alloh untuk menguji kita.” Dini berhenti lagi tapi Dana masih enggan berkomentar.
La Tahzan, ya akhi…, Insya Alloh kalau kita niatkan semuanya demi keridhoan Alloh, maka Dia akan mencatat bagi kita pahala yang besar. Afwan jika selama proses ta’aruf ini….Ana, teman-teman, dan keluarga Ana banyak melakukan kekhilafan. Ana mewakili mereka dan diri Ana sendiri untuk memohon maaf pada Anta. Bersabarlah karena sesungguhnya Alloh bersama dengan orang-orang yang sabar…” Samar, Dini mendengar isak tangis diseberang. Dia nyaris tidak percaya…
“Semoga ini bisa menjadi mahar cinta kita pada Alloh dan semoga Akhi mendapat ganti yang lebih baik…,Amin.”
Suara isak tangis makin terdengar jelas.
Akhi…kalau sudah nggak ada yang perlu dibicarakan lagi, tafadhal ( silahkan ) diakhiri!”
Tidak ada tanggapan.
“Hallo…!!?. Ya udah, kalau gitu biar Ana yang tutup teleponnya, ya…?”
Sepi.
“Assalamu’alaikum!” “Klik”.
Percakapan diantara mereka berakhir, tapi Dana baru menyadarinya. Dia segera bergegas wudhu dan shalat. Jujur, sebenarnya dia sudah sangat mantap dengan mantan calon istrinya itu…Namun dia tidak yakin dapat membahagiakan akhwat itu kalau dirinya belum bisa menafkahi dengan layak.
Padahal Dini dan keluarganya tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka sangat Welcome padanya. Ah…,mungkin ini sudah takdirnya. Mungkin Alloh melihat bahwa akhwat itu terlalu baik untuk dirinya. Mungkin seharusnya Akhwat sekaliber dia, mendapatkan ikhwan yang jauh lebih baik dari dirinya. Dia benar-benar merasa tidak level!!
“Ya…., ikhwan lemah sepertiku, mana mungkin mendapatkan Dini. Populer tapi tetap rendah hati, tegar, bijaksana, wara’, zuhud, qanita, qana’ah..pokoknya semua sifat baik ada padanya. Sedangkan aku, semoga aku tidak akan menyakiti akhwat lain setelah ini.”
Astagfirullahalazhim…, apa yang telah kusombongkan selama ini? sudah ikut mulazamah ( berguru dengan ustadz ) bertahun-tahun tapi masih belum berani mengamalkan ilmu yang kudapat sedikit pun. Katanya percaya bahwa orang yang menikah pasti akan dijamin rezekinya oleh Alloh, ternyata aku nggak lebih hanya seorang ikhwan pengecut.”
Dana tak henti-hentinya menyalahkan dirinya sendiri. Dia benar-benar merasa tak berarti.
“Dulu…, aku pernah begitu khusyu’ berdo’a pada Alloh agar dipertemukan dengan akhwat shalihah yang nggak banyak permintaan seperti dia. Sekarang ketika sudah dapat, malah kusia-siakan. Kini aku sadar bahwa Alloh selalu mengabulkan permohonan hamba-Nya. Manusialah yang selalu kufur kepada Rabb-nya.”
Di tempat yang berbeda, Dini menjalani hari-harinya dengan penuh semangat. Dia tetap ceria seperti biasanya. Ya…, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Kecewa? jelas ada, karena Dini juga hanya manusia biasa. Namun dia bisa mengemas kekecewaannya dengan manis, membuat kesedihannya menjadi sesuatu yang lumrah dari proses kehidupannya.
Dia percaya bahwa hatinya tidak mungkin berbohong dan janji Alloh pasti terjadi. Maka sesulit apapun kondisi yang dihadapinya saat itu, dia mencoba untuk tetap tersenyum, Jujur, aku bangga padanya.
“Aku sudah mantap dengannya, Kak. Aku yakin dialah jodohku. Aku akan terus menunggunya…”
* * * *
Sepekan kemudian, Dana menitipkan biodata ikhwan lain yang merupakan teman dekatnya untuk diberikan pada Dini. Menurutnya, ikhwan itu bisa membahagiakan Dini karena sudah matang dan mempunyai pekerjaan tetap. Jelas , Aku tahu bahwa pendapatnya keliru.
Dini bukan mengharapkan ikhwan yang matang dan mapan. Dia hanya mengikuti kata hatinya saja. Diniku tidak akan bahagia hanya dengan harta dan tahta. Namun, tak urung diterima juga biodata itu. Dan bisa kutebak, bagaimana reaksi Dini saat kuberikan empat lembar kertas berukuran A4 itu. Dini menggeleng pasti.
Anti coba istikarah dulu. Barangkali semuanya bisa berubah…,” bujukku.
Jazakumullah khair, tapi….Afwan tolong jangan paksa Ana, Kak!”
Ikhwah fillah, mungkin sebagian anda akan menganggap Dana sebaimana penilaian Dana terhadap dirinya sendiri. Pengecut, Jahil dan sifat-sifat buruk yang lainnya. Tapi bagi saya, Dana tidaklah seburuk itu. Justru sebaliknya, Dana dalam pandangan saya adalah ikhwan yang baik.
Dia berani mengambil resiko dengan mundur dari proses dan memilih untuk bersabar melawan nafsunya. Padahal kalau dia mau, dengan sikap Dini yang penurut, dia bisa saja minta untuk tetap meneruskan hubungan dengan gadis pilihannya. Namun di tahu bahwa diatas segalanya, Alloh lah yang patut untuk lebih dicintai.
Dana yakin bahwa jodoh adalah kekuasaan Alloh dan dia telah menetapkannya 50 ribu tahun sebelum semesta ada. Dia tahu jodoh pasti akan ketemu lagi, bagaimanapun caranya. Mungkin Dini tidak akan pernah tahu kalau biodata yang kusodorkan kemarin adalah kiriman Dana.
Mungkin Dana juga tidak akan pernah tahu ternyata Dini akan terus menunggunya. Dan mereka juga tidak boleh tahu bahwa diam-diam aku selalu mendo’akan kebaikan untuk mereka. entah bagaimana ending kisah ini nantinya, yang pasti aku selalu berharap agar masing-masing dari mereka mendapatkan ganti yang lebih baik. segera….
Diambil dari buku “Semudah cinta di awal senja”
15 kisah nyata pilihan majalah Nikah
( NIkah Vol 4/11/2005 )
Nb : Dana bukan saya loh ya hehehehe ^^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Contoh Spanduk Idul Adha

Fiqih Shalat Witir (Bag. 2)

6 Tips Agar Buah Hati Senang Menghafal Al-Quran